Robbani
I. DEFINISI AKHLAK
Akhlak adalah kata dari bahasa arab; akhlaq (أَخْلَاقٌ),yang sudah di indonesiakan, yang berarti; tingkah laku atau sifat. Saya akan gunakan kata akhlak pada buku ini, agar lebih familiar bagi para pembaca.
Adapun definisi akhlak menurut para ulama yaitu:
الأخلاق جمع خلق، والخُلُق -بضمِّ اللام وسكونها- هو الدِّين والطبع والسجية والمروءة، وحقيقته أن صورة الإنسان الباطنة وهي نفسه وأوصافها ومعانيها المختصة بها بمنزلة الخَلْق لصورته الظاهرة وأوصافها ومعانيها
Akhlaq (أَخْلَاقٌ) adalah bentuk plural dari kata khuluq (خُلُقٌ),yang berarti: kebiasaan, tabiat, karakter, dan tata krama. Hakikatnya, akhlak adalah keadaan internal manusia; psikologisnya, karakternya, dan hal-hal yang khusus terkait dengannya. Sedangkan kholaq (خَلْقٌ)adalah gambaran eksternal manusia; sifat-sifatnya, dan semua yang terkait dengannya (Kamus al-Muhith karya Fairuz Abadi dan Lisan al-Arab karya Ibnu manzhur).
والخَلْقُ والخُلْقُ في الأصل واحد... لكن خص الخَلْق بالهيئات والأشكال والصور المدركة بالبصر، وخص الخُلْق بالقوى والسجايا المدركة بالبصيرة
Kholaq (خَلْقٌ)dan khuluq (خُلُقٌ)itu sebenarnya sama. Hanya saja kholaq adalah keadaan, bentuk, dan gambaran yang dapat dijangkau oleh penglihatan mata. Sedangkan khuluq merupakan keadaan dan karakter yang hanya bisa dijangkau oleh penglihatan batin (al-Mufrodat li Alfazh al-Qur’an karya ar-Raghib al-Ashfahani).
عِبَارَةٌ عَنْ هَيْئَةٍ فِي الَّنفْسِ رَاسِخَةٌ عَنْهَا تُصْدَرُ الْأَفْعَالِ بِسُهُوْلَةٍ وَيُسْرٍ مِنْ غَيْرِ حَاجَةٍ إِلَى فِكْرٍ وَرُؤْيَةٍ
“Akhlaq adalah kondisi psikologis yang konstan yang melahirkan berbagai perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran maupun pertimbangan” (Imam Ghazali dan Ibnu Maskawaih).
عبارة عن هيئة للنفس راسخة تصدر عنها الأفعال بسهولة ويسر من غير حاجة إلى فكر ورويَّة، فإن كان الصادر عنها الأفعال الحسنة كانت الهيئة خلقًا حسنًا، وإن كان الصادر منها الأفعال القبيحة سميت الهيئة التي هي مصدر ذلك خلقًا سيئًا
Suatu ungkapan mengenai kondisi psikologis yang konstan, yang darinya bersumber tingkah laku yang keluar dengan mudah dan gampang tanpa perlu pemikiran dan pertimbangan. Jika yang dihasilkan adalah tingkah laku yang baik, maka sumbernya dinamakan akhlak yang baik. Tapi jika yang dihasilkan adalah tingkah laku yang buruk, maka keadaan yang merupakan sumbernya disebut akhlak yang buruk (Tahzib al-Akhlaq, al-Jurjani).
صُوْرَةُ الْإِنْسَانِ الْبَاطِنَةِ وَهِيَ نَفْسُهُ وَأَوْصَافُهَا وَمَعَانِيْهَا الْمُخْتَصَّةُ بِهَا بِمَنْزِلَةِ الْخَلْقِ لِصُوْرَتِهِ الظَّاهِرَةِ وَأَوْصَافِهَا وَمَعَانِيْهَا وَلَهُمَا أَوْصَافٌ حَسَنَةٌ وَقَبِيْحَةٌ وَالثَّوَابُ وَالْعِقَابُ يَتَعَلِّقَانِ بِأَوْصَافِ الصُّوْرَةِ الْبَاطِنَةِ أَكْثَرُ مِمَّا يَتَعَلِّقَانِ بِأَوْصَافِ الصُّوْرَةِ الظَّاهِرَةِ
“Gambaran internal manusia, yaitu jiwa bersama sifat-sifat dan nilai-nilai khusus yang hanya dimilikinya, yang membentuk persepsi eksternal, baik sifat-sifat maupun nilai-nilainya, yang darinya muncul sifat baik dan buruk, pahala dan dosa, yang semuanya terkait sifat-sifat persepsi batin, yang lebih erat kaitannya dari pada sifat-sifat eksternal” (Muhammad Bin Abdurrazzaq al-Hasani).
Kesimpulan: akhlak adalah kondisi jiwa manusia yang sebenarnya, yang merupakan sumber sifat dan tingkah laku asli manusia.
Dari kesimpulan tersebut, nampak bahwa akhlak merupakan satu rangkaian kondisi kejiwaan dan tingkah laku asli manusia. Keduanya tidak bisa dipisahkan.
II. PROSES PEMBENTUKAN AKHLAK
Kondisi psikologis yang menjadi akhlak manusia terjadi dengan tahapan perkembangan berikut:
Tahap 1 adalah masa awal kehidupan bayi sejak hari pertama. Ketika itu hidupnya hanya didominasi hawa nafsu dan luka traumatik yang membayangi di alam bawah sadarnya. Pada tahap ini seorang bayi tidak bisa menerima pendidikan, baik berupa arahan, maupun berupa nilai.
Tahap 2 adalah perkembangan selanjutnya, di mana akal sehat sudah mulai muncul sedikit dan luka traumatik tetap membayangi. Pada tahap ini seorang anak sudah bisa menerima pendidikan berupa arahan; boleh atau tidak boleh, dilarang atau tidak dilarang. Dia juga bisa sedikit berpikir tentang konsekuensi melanggar larangan dan mematuhi aturan. Ketika itu, dia hidup masih berdasarkan hawa nafsu instingtifnyanya dan rambu yang telah diberikan.
Tahap 3 adalah perkembangan selanjutnya, di mana akal sehat sudah mulai sejajar dengan hawa nafsu. Pada tahap ini anak sudah bisa menerima pendidikan berupa arahan dan nilai, yaitu; nilai baik dan buruk, serta nilai-nilai agama, serta luka traumatik yang tetap membayangi. Ketika itu dia sudah mulai bisa berpikir tentang akibat dari suatu perbuatan dan hal-hal lain yang terkait dengan nilai.
Perkembangan selanjutnya setelah tahap ketiga ini, ada dua kemungkinan, pertama: akal sehatnya dikalahkan oleh hawa nafsu, maka dia kembali hidup berdasarkan hawa nafsu, seperti di masa bayi. Lalu muncul serangkaian sifat yang dibentuk oleh hawa nafsunya. Terkadang akal sehatnya bangkit, tapi segera ditenggelamkan kembali oleh hawa nafsu.
Kedua: akal sehat mendominasi dan mengalahkan hawa nafsu. Lalu muncul serangkaian sifat positif yang dibentuk oleh akal sehat melalui nilai-nilai yang telah dipelajari sebelumnya. Kadang hawa nafsu bangkit dan berusaha mendominasi, tapi segera dikalahkan oleh akal sehatnya.
Ketiga: akal sehat dan hawa nafsu sama-sama berjuang untuk saling mengalahkan. Terkadang akal sehat yang mendominasi dan hawa nafsu dikalahkan, tapi terkadang hawa nafsu yang mendominasi dan akal sehat dikalahkan. Orang seperti ini hidup dengan sifat yang berubah-ubah; kadang baik kadang buruk, kadang jahat kadang baik. Tergantung pihak mana yang dominan di dalam jiwanya.